Mengikuti UN |
Rabu, 21 November 2012
Kisi-kisi Ujian Nasional SD/MI SMP/MTs SMA/MA/SMK 2012/2013
Minggu, 18 November 2012
Sejarah Walisanga, Dan Dakwah yang mereka sampaikan
Walisongo |
Oleh : Prof. Dr. Ir. Hasanu Simon
BAB I
Sebelum saya sampaikan tanggapan dan komentar saya terhadap buku berjudul “Syekh Siti Jenar, Ajaran dan Jalan Kematian”, karya Dr Abdul Munir Mulkhan, saya sampaikan dulu mengapa saya bersedia ikut menjadi pembahas buku tersebut. Tentu saja saya mengucapkan terima kasih kepada panitia atas kepercayaan yang diberikan kepada saya di dalam acara launching buku yang katanya sangat laris ini.
Sebelum saya sampaikan tanggapan dan komentar saya terhadap buku berjudul “Syekh Siti Jenar, Ajaran dan Jalan Kematian”, karya Dr Abdul Munir Mulkhan, saya sampaikan dulu mengapa saya bersedia ikut menjadi pembahas buku tersebut. Tentu saja saya mengucapkan terima kasih kepada panitia atas kepercayaan yang diberikan kepada saya di dalam acara launching buku yang katanya sangat laris ini.
Saya masuk Fakultas Kehutanan UGM tahun 1965,
memilih Jurusan Manajemen Hutan. Sebelum lulus saya diangkat menjadi
asisten, setelah lulus mengajar Perencanaan dan Pengelolaan Hutan. Pada
waktu ada Kongres Kehutanan Dunia VIII di Jakarta tahun 1978, orientasi
sistem pengelolaan hutan mengalami perubahan secara fundamental.
Kehutanan tidak lagi hanya dirancang berdasarkan
ilmu teknik kehutanan konvensional, melainkan harus melibatkan ilmu
sosial ekonomi masyarakat. Sebagai dosen di bidang itu saya lalu banyak
mempelajari hubungan hutan dengan masyarakat mulai jaman kuno dulu. Di
situ saya banyak berkenalan dengan sosiologi dan antropologi. Khusus
dalam mempelajari sejarah hutan di Jawa, banyak masalah sosiologi dan
antropologi yang amat menarik.
Kehutanan di Jawa telah menyajikan sejarah yang
amat panjang dan menarik untuk menjadi acuan pengembangan strategi
kehutanan sosial (social forestry strategy) yang sekarang sedang dan
masih dicari oleh para ilmuwan. Belajar sejarah kehutanan Jawa tidak
dapat melepaskan diri dengan sejarah bangsa Belanda. Dalam mempelajari
sejarah Belanda itu, penulis sangat tertarik dengan kisah dibawanya
buku-buku dan Sunan Mbonang di Tuban ke negeri Belanda. Peristiwa itu
sudah terjadi hanya dua tahun setelah bangsa Belanda mendarat di Banten.
Sampai sekarang buku tersebut masih tersimpan rapi di Leiden, diberi
nama “Het Book van Mbonang”, yang menjadi sumber acuan bagi para
peneliti sosiologi dan antropologi.
Labels:
Agama,
Pendidikan,
Pengumuman
Bagaimana hukum Tahlilan Menurut Imam Syafii?
Hukum Tahlilan |
Akhir-akhir ini kita sering mendengar kegiatan tahlil bersama, sehubungan dengan perginya orang penting di negara ini.
Kegiatan tahlilan marak dilakukan oleh
sebagian orang yang ingin mendoakan agar amal ibadah yang bersangkutan
diterima oleh Allah Subhanahu wa ta’ala.
Saya tidak ingin berpolemik dengan
membahas tentang si orang penting ini, tetapi ingin sekedar membagi yang
saya baca, mengenai prosesi tahlilan tersebut. Benarkah amaliah ini
benar-benar di syariatkan oleh agama ini? Dan benarkah bahwa imam
Syafi’i yang diklaim sebagai madzab yang diikuti oleh sebahagian besar
oleh umat Islam di negeri ini menganjurkannya atau justru MELARANGNYA?
Dalam sebuah kitab kecil, selamatan
kematian atau yang biasa kita sebut tahlilan dibahas secara singkat dan
padat, khususnya dari pandangan imam Syafi’i sendiri. Tujuannya adalah
untuk meluruskan pemahaman yang keliru dari kegiatan ini.
Ternyata kegiatan tahlilan ini dari sejak
jaman sahabat dianggap sebagai kegiatan meratap yang dilarang oleh
Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam.
Dari Jabir bin Abdillah Al Bajaliy, ia
berkata:”Kami (yakni para Sahabat semuanya) memandang/menganggap (yakni
menurut mazhab kami para Sahabat) bahwa berkumpul-kumpul di tempat ahli
mayit dan membuatkan makanan sesudah ditanamnya mayit termasuk dari
bagian meratap.”
Hadits ini dikeluarkan oleh Imam Ibnu Majah (no 1612) dengan derajat yang shahih.
Dan an niyahah/ meratap ini adalah perbuatan jahiliyyah yang dilarang oleh Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam;
Diriwayatkan dalam sahih Muslim dari Abu Hurairah radiyallahu anhu. bahawa Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda:
“Ada dua perkara yang masih dilakukan
oleh manusia, yang kedua duanya merupakan bentuk kekufuran: mencela
keturunan, dan meratapi orang mati”.
Pandangan Imam Syafii.
Nah, bagaimana dengan pandangan imam
Syafii sendiri –yang katanya- mayoritas ummat Islam di Indonesia
bermadzab dengannya, apakah ia sepakat dengan kebanyakan kaum muslimin
ini atau justru beliau sendiri yang melarang kegiatan tahlilan ini?
Didalam kitab al Umm (I/318), telah berkata imam Syafii berkaitan dengan hal ini;
“Aku benci al ma’tam, yaitu
berkumpul-kumpul di rumah ahli mayit meskipun tidak ada tangisan, karena
sesungguhnya yang demikian itu akan memperbahrui kesedihan.”
Jadi, imam Syafii sendiri tidak suka
dengan kegiatan tahlilan yang dilakukan sebagaimana yang banyak
dilakukan oleh ummat Islam sendiri.
Labels:
Agama,
Pendidikan,
Pengumuman
KH. Makhrus Ali, Mantan Kyai NU yang Mendakwahkan Sunnah di Kalangan Nahdhiyin
Mantan Kiai NU menggugat |
“Tahlilan merupakan budaya agama Hindu, hal ini dibuktikan dengan ungkapan syukur dari pendeta dalam sebuah acara berikut ini, “Tahun
2006 silam bertempat di Lumajang, Jatim diselenggarakan kongres Asia
penganut agama Hindu. Salah satu poin penting yang diangkat adalah
ungkapan syukur yang cukup mendalam kepada Tuhan mereka karena
bermanfaatnya ajaran agama mereka yakni peringatan kematian pada hari 1,
2, 3, 4, 5, 6, 7, 40, 100, 1000 dan hari matinya tiap tahun yang
disebut geblak dalam istilah Jawa(atau haul dalam istilah NU-ed) untuk
kemaslahatan manusia yang terbukti dengan diamalkannya ajaran tersebut
oleh sebagian umat Islam” (KH. Makhrus Ali dalam buku “Mantan Kyai NU menggugat Tahlilan, Istighosahan dan Ziarah para Wali” hal.23)
“Muktamar NU ke-1 di Surabaya tanggal 13 Rabi’uts tsani
1345H/21Oktober 1926M mencantumkan pendapat Ibnu Hajar Al-Haitami dan
menyatakan bahwa selamatan setelah kematian (yakni Tahlilan dan
Yasinan-ed) adalah Bid’ah yang hina/tercela, namun
tidak sampai mengharamkannya. (Ahkamul Fuqaha, Solusi Problematika
Aktual Hukum Islam, keputusan Muktamar, Munas Kombes Nahdhatul Ulama
(1926-2004M) LTN NU Jawa Timur Bekerja sama dengan Penerbit Khalista,
Surabaya-2004. Cetakan ketiga, Februari 2007 Halaman 15 s/d 17).” (KH. Makhrus Ali dalam buku “Mantan Kyai NU menggugat Tahlilan, Istighosahan dan Ziarah para Wali” hal.19)
Bagi warga Sidoarjo, khususnya bagi warga NU, nama KH. Makhrus Ali
amat dikenal. Beliau adalah seorang tokoh kyai besar yang telah terjun
di medan dakwah. Tapi siapa yang menyangka kalau KH. Makhrus Ali berubah
manhajnya dalam beragama yang semula sebagai seseorang yang gemar
melakukan tradisi dan amaliah kebid’ahan, kini beralih menjadi seorang
Ahlussunnah. Insya Allah.
Labels:
Agama,
Pendidikan,
Pengumuman
Langganan:
Postingan (Atom)