Selasa, 29 Mei 2012

Hasil Uji Kompetensi Awal Guru Indonesia Rendah

JAKARTA – Hasil Uji Kompetensi Awal (UKA) guru menunjukkan kualitas guru di Indonesia selama ini masih rendah. Dari 285 ribu guru dari 497 yang mengikuti UKA, 337 kabupaten di antaranya memiliki nilai di bawah rata-rata nasional.Hasil UKA guru yang telah dilaksanakan 25 Februari 2012 lalu menunjukkan hasil yang mengejutkan. Nilai rata-rata nasional yang berhasil dicapai guru dari uji kompetensi tersebut hanya 42,25. “Hanya 156 kabupaten kota saja yang mendapat nilai di atas rata-rata nasional,” kata Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Mohammad Nuh dalam konferensi pers Hasil UKA di Gedung Kemendikbud, Jakarta, Jumat (16/3).
Nuh menyebutkan provinsi yang mendapatkan nilai rata-rata paling rendah terdapat di Kabupaten Buru Selatan, Maluku, yakni 30,64. Sedangkan Blitar menduduki rangking teratas dengan nilai rata-rata 56,41.
Ironisnya, dari sejumlah kabupaten/kota yang masuk jajaran nilai rata-rata tertinggi, tidak satupun berasal dari kabupaten di kota-kota besar. Padahal selama ini daerah-daerah tersebut telah mendapatkan insentif yang jauh lebih besar daripada daerah kecil atau pelosok.

Rencananya, hasil pemetaan uji kompetensi ini nantinya akan dikawinkan dengan peta Ujian Nasional (UN). Tujuannya untuk memperbaiki kualitas dunia pendidikan di Indonesia secara lebih komprehensif.
Berdasarkan data Kemendikbud, dari 285.884 guru yang dijadwalkan mengikuti uji kompetensi, terdapat 4.868 guru yang tidak mengikuti UKA dengan berbagai alasan. “Sehingga tahun ini hanya 281.016 guru yang ikut uji kompetensi atau 98,30 persen,” terangnya.
Nuh menyampaikan, bahwa angka kelulusan UKA baru akan diumumkan pada 19 Maret mendatang. Nantinya, guru-guru yang tidak lulus UKA akan dipisahkan, dan dilakukan pembinaan tersendiri.
“Pembinaan untuk guru yang tidak lulus UKA akan dilaksanakan pada liburan sekolah pada Mei-Juni 2012. Agar di tahun ajaran baru ada semangat dan energi baru untuk mengajar,” terang Mantan Rektor ITS Surabaya ini.
Sedangkan bagi guru yang lulus UKA, dapat masuk pada tahap selanjutnya, yakni mengikuti Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) selama 10 hari. Akan tetapi mereka juga tidak akan serta merta lulus mendapatkan sertifikasi. Pasalnya, setelah mengikuti proses pendidikan, para guru tersebut harus mengikuti satu tahap lagi, yakni uji kompetensi akhir. Sebelum lulus sertifikasi, mereka akan diuji lagi, namanya uji kompetensi akhir.
Jika tidak lulus, mereka bisa mengikuti pembinaan yang masuk di dalamnya, atau ujian ulang. “Kami akan umumkan berapa guru yang lulus Uji Kompetensi Awal pada Senin (19/3) mendatang,” papar Nuh.
Lebih lanjut dia menjelaskan, pelaksanaan UKA itu sendiri bukan hanya untuk mengukur kemampuan dari para guru. Tapi, juga sekaligus untuk mengukur kinerja dari organisasi, atau lembaga yang menyelenggarakan Pendidikan dan Latihan Profesi Guru.
“Jadi, ini yang diukur bukan saja calon guru profesional, tapi juga mengukur kinerja lembaga PLPG itu. Kalau hasilnya tidak bagus, tahun depan kita pertimbangkan untuk tidak diberi jatah. Semuanya harus dievaluasi.” tegas Nuh.
Yang menjadi tolak ukur evaluasi kinerja lembaga penyelenggara PLPG adalah nilai uji kompetensi awal peserta, disandingkan dengan nilai uji kompetensi akhir. Lembaga PLPG yang baik harus dapat meningkatkan nilai uji kompetensi akhir para pesertanya.”Kita lihat dari nilainya, berapa nilai uji awal dan uji akhir. Kalau nantinya ada kenaikan, berarti bagus dalam melaksanakan PLPG,” jelas Nuh.
Sudah Diprediksi
Sementara itu, Ketua Departemen Penelitian dan Pengembangan Pengurus Besar (PB) PGRI, Abduhzen justru mengatakan bahwa nilai kompetensi yang rendah tersebut sudah dapat diprediksi sebelumnya.
Hasil tersebut menunjukkan realitas guru yang tidak pernah mendapatkan pembinaan dan pelatihan.
“Pemerintah selama ini abai dengan pembinaan untuk menaikkan kapasitas guru. Begitu bertugas menjadi guru tidak pernah dilatih, lama kelamaan lupa dengan ilmu,” tegas Abduhzen.
Namun ia mengingatkan, bahwa nilai hasil UKA yang rendah jangan diartikan sebagai guru bodoh. “UKA tidak menunjukkan kompetensi guru secara utuh,” tandasnya.
Sebab, terang Abduhzen, yang diuji hanya satu komponen yaitu, unsur kognitif guru. Soal-soal UKA sangat teoritis, yang guru baru lulus pun dinilai akan sulit menjawabnya. Sementara untuk menilai kompetensi guru juga ada aspek kompetensi sosial dan kepribadian.
“Guru yang hebat bukan karena kepandaian menguasai teori, namun juga dinilai dari kemampuan atau metodologi pengajaran yang dimiliki,” pungkas Abduhzen. (http://koran-jakarta.com cit/N-1)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar